Pages

Senin, 24 Desember 2012

Anugerah Terindah dari Tuhan. part 3


Seiring berjalannya waktu. Raka lah yang mengatur semua urusan rumah tangga. Ia rela mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga yang harusnya tidak ia lakukan. Mencuci piring, mencuci baju, menyapu, mengepel, mengerjakan pr ia lakukan tiap hari tanpa kenal lelah. Belum lagi merawat sang Ibu yang sakit. Yang tak kenal siang ataupun malam, tiba-tiba saja bisa menangis layaknya bayi karena menahan sakit. Raka tetap tegar. Sesekali ia sentuh kening ibunya yang tampak rapuh. Ia memang masih kecil, tapi tak sebanding dengan kesabarannya yang luar biasa. Adzan Maghrib berkumandang, Raka kecil yang baru berumur hampir delapan tahun pun segera mengambil air wudlu. “Bu, aku ke masjid dulu ya bu” Raka pun berjalan ke masjid.
            Setelah salat maghrib berjamaah, Raka kecil tertunduk dan tangannya menengadah ke atas. Mulutnya komat-kamit dan terdengar lirih suaranya memohon. “Ya Allah, ampuni dosa-dosa Ibu dan Raka. Dan juga….” Tangisnya pecah, ia menahan sakitnya hati dengan menggigit bibirnya, ia coba terus bertahan dan melanjutkan doanya. “Ampuni juga dosa-dosa Ayah Raka Ya Allah” Tak disangka, Raka yang selama ini hanya diam saja, ternyata memikirkan orang lain yang belum tentu memikirkannya. Bahkan, orang yang ia sendiri tidak tahu bagaimana rupanya. “Ya Allah Raka sayang sama Ibu, Raka mau Ibu sembuh Ya Allah. Ya Allah, besok Raka ulang tahun, Raka gak minta apa-apa Ya Allah. Raka Cuma mau Ibu sembuh. Cuma mau Ibu bahagia. Ga apa-apa Raka ga punya bapak kayak temen-temen Raka, Raka cuman mau, ibu seneng. Kabulkan doa Raka Ya Allah. Raka kangen ibu. Ibu yang tiap Raka pulang sekolah, selalu nyiumin Raka, ngasih Raka minum, meluk Raka. Raka mau ibu bisa jalan lagi Ya Allah, biar bisa jalan-jalan sama Raka. Temenin Raka, ambilin rapot Raka terus. Raka mau, orang yang pertama tahu nilai bagus Raka itu Ibu, bukan om sebelah, Raka mau kayak temen-temen yang lain.” Air mata Raka terus mengalir, terisak. Ia bersujud dan mencium sajadahnya. Ia berharap, ada keajaiban datang. Ya, keajaiban yang datang di hari ulangtahunnya yang ke delapan. Besok.
******

            Keesokan harinya, Raka pulang sekolah dengan wajah sumringah. “Ibuuu” peluk Raka kepada Ibunya. “Kau seneng banget?” “Iya bu, aku dapet kado ulang tahun dari temen-temen di sekolah. Tadi, ada yang beli kue buat ulangtahun Raka, lalu kita nyanyi bareng-bareng. Lalu doa sama-sama. Abis itu, Raka disuruh tiup lilin. Katanya, kalo lilinnya mau ditiup, kita harus buat permohonan dulu. Raka baru tau loh, bu”. “Lalu kamu doa apa, nak?” tanya Lani sambil membelai Raka, mencoba duduk di samping Raka walau kepalanya dirasa sangat berat. “Raka doa, supaya Ibu cepet sembuh, dan semoga Ayah masuk surga” . Tiba-tiba Lani terdiam. Selama ini memang Raka tidak tahu apa-apa tentang Ayahnya. Yang ia tahu, ayahnya sudah meninggal. Lani memeluk Raka dengan erat dan menangis. “ibu ga usah nangis, Raka aja ga nangis”. Kedua manusia itupun saling berpelukan, entah sampai kapan.
**********
            Dua bulan terlewati. Raka menatap kalender kecil yang ada di cover belakang buku tulisnya. Ia meingkari sebuah tanggal. Ya, tanggal terpenting dalam hidupnya. Pulang sekolah, ia bergegas ke toko mukena di pinggiran kota. Ia melihat-lihat beraneka macam mukena. Setelah menemukan yang cocok, ia bertanya pada bapak pemilik toko. “Pak, ini harganya berapa?” “itu ada harganya kok di sampingnya dek”. Raka mengalihkan pandangannya pada sisi mukena. Ada label harganya. Wajah Raka tiba-tiba berubah. Ia perhatikan lagi label tersebut. Setelah itu ia merogoh kantongnya. Empat keeping limaratusan saja. “Kenapa dek?” “Ini pak, saya mau beli. Tapi uang saya belum cukup. Simpenn ya Pak, bulan depan saya kesini lagi” “emang kamu punya uang berapa?” “dua ribu pak”. Si bapak hanya tersenyum miring, ia pikir anak ini hanya bermain-main saja. “ya pak ya, jangan dijual dulu ke orang lain. Saya janji kesini lagi bulan depan. Ini untuk ibu”. “yayaya, terserah kamu ajalah” ucap si bapak. malas melayani anak kecil ini.
            Bulan depan, Raka benar – benar memenuhi janjinya. Ia membeli mukena tersebut dengan harga Rp. 65.000, 00. “Dapat uang darimana kamu?” “anu pak, saya pulang sekolah biasanya naik becak biar langsung ngurus ibu saya yang sakit, tapi selama sebulan uang becaknya saya tabung, saya lari langsung ke rumah biar cepat. Biar ibu saya ga tahu kalo sebenernya uangnya ga saya pake buat becak. Saya juga ga jajan pak sebulan. Lumayalah. Yang penting ibu punya mukena baru” ucapnya senang. “oh ya pak. Tapi jangan kasih tau siapa – siapa ya, apalagi ibu saya. Kalo ibu saya kesini mau beli kain atau apa pun pokoknya jangan pernah cerita-cerita”. Si bapak diam saja, dia terkejut melihat ketabahan anak didepannya itu.
            Sesampainya di rumah, Raka memberikan kado itu untuk ibunya. Lani pun sangat senang. Tapi ia heran bagaimana anaknya mencari uang, sedangkan tiap pulang sekolah selalu langsung megurusnya. “kamu dapet darimana uang ini?” . Raka diam saja. Ia tidak mau ibunya tahu kalau ia harus berpuasa tiap disekolah demi kado ibunya ini. “Kamu mencuri?” “tidak bu”. “terus, darimana uang ini?”. Raka masih terdiam, ia tidak mau berbohong, tapi juga tidak mau memberikan alas an yang sebenarnya. Lani mengambil kesimpulan kalau Raka mencuri. Ia pun marah dan membuang kado tersebut sembari berkata “Nak, kita miskin, ibu tahu. Tapi kenapa kamu harus mencuri? Ibu ga pernah ngajarin kamu nyuri, ibu sakit, ibu ga isa ngapa-ngapain, ibu ga minta apapun, asalkan kamu ga nyuri nak” Lani menangis karena tak meyangka anaknya bisa berbuat seperti itu. Raka bingung, Raka menangis dan kabur dari rumah. Ia tidur semalaman di depan toko mukena tersebut.
 ******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar